KIAI KANJENG
Kosa kata kiai berasal dari perbendaharaan bahasa Jawa yang berarti ‘alim ulama’ dan kosa kata kanjeng berarti ‘paduka tuan atau pejabat tinggi di keraton’; jadi kiai kanjeng berarti ‘ alim ulama’ yang punya posisi terhormat di keraton.
Melalui musik jiwa bisa bergetar dan sering kalau jiwa bergetar pada saat yang sama si individu akan merasakan keEsaanNya dan kebesaranNya dan sekaligus kasihsayangNya. Karena di setiap insan juga ada musik yang terus-menerus berbunyi memainkan irama-irama yang sesuai dengan denyut jantung yang memiliki melodi dan irama yang teratur mengikuti emosi manusianya.
Musik alamiah yang ada di dalam tubuh manusia akan mencari padanan musik yang punya irama yang ‘searah’ dengan musik yang ada di luar tubuh manusia tadi atau mencari irama yang ‘searah’ di dalam tubuh manusia lainnya.
Oleh karena itu kita seharusnya tidak harus pusing-pusing harus cocok dengan semua orang karena hal itu tidak mungkin. Semua orang punya irama musik yang berbeda-beda. Ada yang berbeda tapi masih bisa serasi kalau digabungkan tapi ada yang samasekali tidak mungkin diserasikan karena memang corak musiknya beda sekali! Anda tentu bisa bayangkan bagaimana musik gamelan digabungkan dengan musik hiphop? Gak mungkin kan?
Kiai Kanjeng satu group musik yang berbeda dengan grup yang lain. Tidak hanya berbeda dalam jumlah musik instrument yang menurut komentar dari ahli musik di Eropa seperti kata salah seorang dari mereka: “ Ini group gila tapi hebat, jumlah alat musik yang sedemikian banyak, musik instrumen yang moderen campur dengan musik instrumen tradisionil tapi mampu menciptakan suatu musik yang harmonis.”
Bahkan Cat Steven yang sekarang dikenal dengan nama Yusuf Islam memberikan komentar pada tahun 2004 pada waktu Kiai kanjeng mengadakan konser keliling Eropa: “ Saya tidak pernah begitu terkesan terhadap musikus apapun seperti Kiai Kanjeng.” Tentu Yusuf Islam tidak berbahasa Indonesia!
Rowett Institute juga berkomentar: “Kiai Kanjeng have brought Javanese traditional percussion to play pop, blues, jazz and even Chinese! They have impressed the whole Europe.”
Jakob Oetama dari Kompas juga berkomentar: “ As a journalist, I am bombarded with question: is Cak Nun (dikenal dengan nama ini) a poet? Saint? Culturalist? Or all of them? His exploration is infinite, diverse and volatile…and he called himself as ‘social worker.’
Kalau dilihat nuansa musik yang diperdengarkan oleh group Kiai Kanjeng memang luar biasa karena nafas yang dipancarkan oleh grup musik Kiai Kanjeng adalah nafas dan nuansa keuniversalan Islam. Tidak hanya itu, Kiai Kanjeng tidak hanya bisa menjembatani komunikasi lintas agama tapi juga lintas budaya. Kiai Kanjenglah salah satu grup musik dan satu-satunya yang sudah melanglang buana yang mampu menjembatani dan mendekatkan hubungan antar manusia melalui musik.
Kiai Kanjeng berhasil membangun jembatan hubungan antar manusia karena kalau diteliti lebih dalam ternyata lirik yang dikumandangkan oleh Kiai Kanjeng adalah lirik-lirik sufi, cinta dan protes social, dimana keuniversalan Islam terlihat jelas serta unsur-unsur pemaafan banyak sekali terlihat.
……Hanya pada Tuhan
Kita slalu kurang
Hati belingsatan
Kangen tak karuan
Kepada cinta-Mu
Aku kelaparan
Apapun ongkosnya
Kubayar sukarela…………………….
……………………………
Tapi juga lirik jeritan seorang anak manusia yang mengadu kepada Tuhannya,
………betapapun sakit yang kurasakan dalam hidupku
………semoga tak membuatku kehilangan jernih hatiku………………………
Dan juga lagu cinta
anak Adam,
Akhirnya kutempuh jalan yang sunyi
Mendengarkan lagu bisu sendiri di lubuk hati
Puisi yang kusembunyikan dari kata - kata
Cinta yang tak kan kutemukan bentuknya
Apabila kau dengar tangis di saat lengang
Kalau bulan senyap dan langit meremang
Sesekali temuilah detak - detik pelaminan ruh sepi hidupku
Agar terjadi saat saling mengusap peluh dendam rindu
`
Mungkin karena adanya unsure sufisme itulah pada waktu di Belanda, Kiai Kanjeng dihubungi oleh sekelompok pendeta Protestant. Seperti yang dikutip oleh Jakarta Post, ternyata para pendeta bermaksud untuk meminta Kiai Kanjeng untuk mengadakan pertunjukan dengan maksud untuk menjembatani hubungan antar masyarakat beragama di Belanda dan membantu mengurangi ketegangan yang ada melalui musik.
Kalau dipikir-pikir yang diributkan itu apa? Di dunia ini kita kan hanya bicara tentang ‘kebenaran relatif’. ‘Kebenaran absolut’ hanya milik Ilahi Sang Pencipta Alam semesta ini. Nanti setelah kita mati dan dihidupkan kembali kita baru tahu apakah selama hidup di dunia kita salah atau benar! Biarkanlah Allah sendiri yang punya hak untuk ‘menghakimi’ jangan ambil hak itu dariNya.
Memang betul ada unsur yang cukup dominant nuansa musik Jawa karena memang dalang dari Kiai Kanjeng adalah orang seorang budayawan, penyair, musisi, kritik yang berdarah Jawa yang bernama Emha Ainun Nadjib yang lahir pada tanggal 27 Mei 1953, anak ke-empat dari limabelas putera-puteri. Emha Ainin Nadjib lebih dikenal dengan panggilan Cak Nun dan sering dijuluki ‘tokoh pembaharu budaya Indonesia – renaissance figure Indonesian culture.’
Dari tahun 1984 – 1986, Cak Nun tinggal di Belanda selama dua tahun dan menurut pengakuan Cak Nun sendiri ini merupakan titik-tolak atau titik reformasi di dalam kehidupannya karena seperti kita ketahui tokoh-tokoh pembaharu Islam hampir semuanya pernah hidup di dua dunia. Karena dengan pernah hidup di dua dunia, mereka punya perbandingan.
Mohamad Abduh tokoh pembaharu dari Mesir, pernah hidup di Paris, Perancis. Demikian juga Mohamad Iqbal pernah hidup di Inggris. Dua tokoh pembaharu Islam ini tidak hanya tinggal di luar negeri tapi juga banyak melakukan perjalanan di negara dimana mereka tinggal.
Menurut Cak Nun: “ Waktu aku kecil tidak pernah ketegangan antar agama seperti yang terjadi sekarang ini.” Dan ini cocok seperti apa yang dikatakan wartawan Australia, Greg Sheridan di dalam tulisannya di koran The Age 1996 bahwa Islam Indonesia adalah model untuk negara Islam lainnya di dunia. Setelah 2001, memang ada perubahan mengenai toleransi beragama di tanah air tapi semoga itu hanya ‘reaksi sementara’, disebabkan oleh beberapa faktor eksternal dan internal.
Usaha –usaha yang dilakukakn oleh The Dutch Muslim and Protestant Women’s Association di Daventer, Belanda, dimana mereka membangun kesalingpengertian antar kelompok beragama di Belanda. Seperti apa yang juga dilakukan oleh Interfaith Through Dialogue di Melbourne bekerjasama dengan organisasi SOBAT di Salatiga.
Pada tahun 2006, Kiai Kanjeng mengadakan kunjungan ke Finlandia dan sebenarnya buat masyarakat di negara-negara Eropa pakaian Muslim bukan hal yang aneh lagi, karena semua para pemain Kiai Kanjeng yang perempuan mengenakan jilbab yang serba putih dan laki-lakinya juga mengenakan peci dan pakain yang juga serba putih.
Seperti kata pengarang terkenal Amerika James Michener di judul bukunya ‘Islam: The most misunderstood Religion’ Dengan kedatangan Kiai Kanjeng ke Australia kali ini, semoga kesalahpengertian tentang agama Islam bisa berkurang karena memang mereka salah satu grup musik yang berhasil menjabarkan keuniversalan ajaran Islam melalui melalui nada-nada musik dan tidak itu saja tapi juga membantu membangun dialog antar kepercayaan dan budaya yang ada di di Australia khususnya dan dunia pada umumnya.
Kiai Kanjeng sudah menerbitkan 14 album yang semuanya bernuansa membangun dialogue antar budaya dan agama yang memang kita perlukan pada saat seperti sekarang ini. Secara tidak langsung Kiai Kamjeng juga ikut memperkenalkan budaya Indonesia ( Published by BUSET Magazine, Oct 2010 Edition).